Rukmunal Hakim: Edukasi Dunia Ilustrasi Lewat Karya dan Podcast

Posted by Kalya Risangdaru on Aug 8, 2018 6:53:02 PM

Siapa yang pernah terpikir untuk menjalani lebih dari satu profesi sekaligus? Misalnya menjadi ilustrator, podcaster, dan Visual Consultant di waktu yang bersamaan? Ternyata ada yang menyanggupi dan berhasil. Rukmunal Hakim adalah seseorang yang menjalani ketiga profesi ini dengan disiplin.

Sosok Rukmunal Hakim, atau yang biasa dipanggil dengan nama Hakim ini akan terdengar sangat familier jika kamu menggeluti atau menikmati industri ilustrasi di Indonesia. Karyanya tidak jarang terpampang di pameran-pameran kolektif di Jakarta, Bandung, dan bahkan Tokyo bulan April lalu.

Memulai semuanya dari tahun 2009, Hakim sangat tertarik dengan industri yang saat ini masih butuh banyak perhatian dari pelaku serta penikmatnya ini. Industri ilustrasi, industri yang dinilai Hakim masih cukup “baru” jika bicara profesi ini beruntung memiliki sosok yang peduli pada edukasinya.

Keprihatinan Hakim tidak berhenti pada tanda tanya di kepalanya saja. Ia memutuskan untuk memberi kontribusi terbaiknya lewat Podluck Podcast yang ia produksi bersama Catalyst Art Indonesia. Ia dan Raymond Malvin merekam sendiri Podcast pertama mereka sekitar sembilan bulan lalu. Dengan jumlah narasumber yang banyak dan durasi nyaris dua jam, mereka berhasil meluncurkan episode pertama dari Podluck Podcast by Catalyst Art ini.

Bergerak lewat podcast

Sebagai seorang ilustrator, Hakim selalu percaya bahwa pelaku yang ada di dalam industri ilustrasi masih berada dalam “hukum rimba”. Artinya, para ilustrator masih harus sering menebak-nebak sendiri pricing dan tatanan cara bekerja profesionalnya.

“Menariknya, kita ternyata punya banyak pe-er kalau bicara tentang industri ilustrasi di Indonesia. Rasanya, kita punya banyak fondasi yang esensinya itu malah sebenarnya enggak ada. Bila dibandingkan dengan desain grafik, mereka punya fondasi institusinya di pendidikan, asosiasi profesi, pengarsipan, dan lain-lain. Akhirnya, pertanyaannya lebih ke arah situ. Kalau kita punya masalah dalam profesi kita sebagai ilustrator, kita harus tanya ke siapa?” ungkapnya.

Baca Juga: Adriano Qalbi: Potensi Podcast di Masa Depan

Ia juga menambahkan bahwa, “standar soal fee dan rate itu kan hukumnya rimba banget di dunia ilustrasi. Lo harus percaya dari insting lo. Semakin tinggi pengalaman lo, maka lo semakin tahu. Kemudian, contohnya lagi, ketika bekerja sama dengan brand, apa saja sih scoop kerjaan lo? Apalagi kalau brand tersebut memutuskan untuk menggunakan karya lo pada kebutuhan lain. Belum lagi bicara soal kontrak, dan sebagainya,”

Memang, saat ini, Hakim menilai bahwa ilustrasi sendiri masih menempel ke banyak disiplin ilmu seni lainnya. Sebut saja fotografi, musik, seni rupa (yang akan menghasilkan karya drawing) dan graphic design. “Jadi, kalau kita bicara soal ilustrasi ini seperti ngomongin sebuah makhluk parasit yang hinggap ke mana-mana, tapi enggak bisa dideskripsikan dengan baik,” jelasnya. Ia juga menuturkan bahwa Singapura saja saat ini sudah memiliki sebuah asosiasi yang dapat melindungi para ilustrator. Menurutnya, semua dimulai dari titik itu.

Mulai dari situlah, Hakim yang saat itu sering mendengarkan Podcast luar negeri (membahas dunia ilustrasi dan seni) kemudian mendapatkan inspirasi untuk membuat versi Indonesia-nya. “Di Indonesia, dua tahun terakhir mulai ada Podcast. Yang paling besar itu Podcast Awal Minggu, itu salah satu yang gue dengerin. Setelah dari situ, mulai muncul Podcast lain. Tapi buat gue, kebanyakan isinya lebih membahas tentang apa yang lo pikirkan, kemudian lo bicarakan di dalamnya. Gue jarang menemukan lebih yang lebih ke arah profesi. Kalau di bidang gue, ya berarti ilustrasi,” cerita Hakim.

Baru kemudian Hakim dan Raymond Malvin sepakat bahwa medium yang mendiskusikan tentang ilustrasi di Indonesia masih sulit ditemukan. Salah satu hal yang juga ingin mereka capai adalah untuk membuat sebuah bentuk pengarsipan dunia ilustrasi di Indonesia.

“Podcast ini seperti sumbangsih kitalah, untuk pengarsipan dan edukasi yang masih minim, semoga Podluck Podcast ini bisa merepresentasikan industri ilustrasi atau seni visual secara general. Semoga bisa jadi tempat untuk orang cari referensi soal ilustrasi di Indonesia, itu harapan kita. Entah itu benar atau enggak, kita belum tahu, tapi yang penting kita usaha,” tegasnya.

Saat ini, Hakim masih fokus untuk mengembangkan Podluck Podcast agar lebih konsisten. Karena jadwal yang cukup padat, salah satu kesulitan Hakim muncul saat ia harus membagi waktunya. Memang, sepertinya menjalani tiga profesi sekaligus perlu tenaga dan time management yang baik.

 

[edgtf_blockquote show_mark="yes" color="#111111" text="Podcast ini seperti sumbangsih kitalah, untuk pengarsipan dan edukasi yang masih minim, semoga Podluck Podcast ini bisa merepresentasikan industri ilustrasi atau seni visual secara general."]

Ilustrasi Lewat Mata Rukmunal Hakim

Menariknya, jika bicara tentang Hakim sebagai ilustrator, ia memiliki kekurangan fisik yang cukup menantang baginya dalam berkarya. Ia adalah salah satu penderita buta warna. Keterbatasannya dalam mengenali warna tidak membuat Hakim berhenti berkarya. Seperti kata kutipan motivasi yang sering muncul, bahwa kekurangan pada akhirnya akan menjadi kelebihan jika kita tahu cara mengatasinya.

Justru, Hakim dikenal dengan karya-karyanya yang berwarna hitam putih. “Sebenarnya memang buta warna itu ga se-magical itu. Tapi gue rasa, saat ini limtasi-limitasi seperti itu terasa jadi seperti hal yang hebat. Misalnya, sesederhana lo ga kuliah tapi lo sukses. Padahal, bukan berarti lo harus enggak kuliah untuk jadi sukses. Bisa jadi lo berakhir enggak sukses. Buta warna pun sebenarnya tidak ada hubungannya dengan karya gue yang sekarang ini. Sebenarnya, itu murni soal konsistensi menggambar saja, sihEnggak menjadikan gambar gue punya nilai lebih,” tuturnya.

Baca Juga: Elfandiary: Pentingnya Berjejaring dan Berbagi Karya di Media Sosial

Hakim melanjutkan, mungkin permasalahan limitasi ini akan berujung krusial jika ia sebagai ilustrator menjumpai suatu project dengan pantone warna yang saklek. Di saat seperti inilah, Hakim merasa tetap perlu belajar soal warna--untuk terus melampaui keterbatasannya.

Jika bicara soal pesan yang ingin disampaikan lewat karyanya, Hakim tegas mengatakan bahwa baginya, karya adalah cara untuk menyampaikan apa yang ia rasakan. Di saat para audiensnya mendatangi dan menyampaikan bahwa mereka dapat turut merasakan pesan dalam karyanya, Hakim merasa bahwa sebenarnya pesan yang ia tanamkan di dalamnya bisa menyentuh orang lain juga.

Ia juga tidak percaya dengan dalih “enggak mood” dalam berkarya. “Yang gue perlukan hanya trigger jika bicara soal karya. Kalau soal teknis itu enggak perlu menunggu mood, sih. Kalau kita ngomongin teknis untuk bikin sebuah karya yang bagus sekali ya, itu hanya soal konsistensi lo dalam menggambar, sih. Itu soal disiplin, enggak ada hubungannya sama mood,” ungkapnya.

Hakim yang saat ini masih ingin mempertahankan ketiga profesinya ini pada akhirnya percaya, bahwa semua hal yang ia lakukan berujung pada dunia ilustrasi di Indonesia. Mulai dari Podcast, Visual Consultant hingga ilustrasi, ia berharap kedepannya ia bisa terus memberikan kontribusi dalam industri yang kian berkembang ini.

 

Foto feature oleh Prisili Sunardi

Topics: Empowering, Insights

Related articles