Perkembangan suatu bisnis tentu tidak terlepas dari beragam temuan dan pembelajaran yang berhasil didapatkan sepanjang perjalanan membangun bisnis terkait. Dari sanalah nantinya akan ditentukan pula seperti apa strategi marketing yang tepat untuk dijalankan sampai mengukur efektivitas dan efisiensi dari berbagai campaign yang dibuat.
Perjalanan brand juga akhirnya membuat marketers dapat menemukan data-data signifikan yang relevan dengan apa yang audiens butuhkan, sehingga memudahkan dalam menentukan konten apa yang perlu disajikan sampai bagaimana cara terbaik untuk bisa menarik perhatian para audiens.
Data ini pula yang membuat sebuah brand yang bergerak pada sektor furnitur, yakni Fabelio, dapat efektif menyampaikan konten dan menjual produk mereka kepada para konsumennya.
Berikut wawancara Academy bersama Aditya Jamaludin, selaku CMO dari Fabelio mengenai peran data dan strategi marketing yang dijalankannya.
Baca Juga: Memahami Apa itu Content Marketing
Fabelio itu awalnya memang didesain secara company oleh pendirinya sebagai e-commerce. Namun, berkaitan dengan kategori jualan yang dipilih oleh Fabelio (furnitur), satu hal yang enggak bisa dipisahkan adalah touch and feel. Fabelio sendiri berdiri di tahun 2015, dan di tahun 2017, switching strategi, dan menambahkan approach dalam bentuk physical experience center, dan secara garis besar adalah untuk menutup gap antara journey pelanggan yang tadinya melihat image saja, jadi bisa merasakan, mencoba, dan melihat actual dimension-nya. Secara business strategy, saya pikir itu adalah a good move buat company, karena akhirnya up lift-nya bisnis dari tahun ke tahun, growth-nya bisa tiga kali lipat.
Kalau itu sebenarnya simpel. Fabelio punya katalog dalam bentuk website, di situ ada kategori dan produk SKU (stock keeping unit). Dan di dalam produk itu sendiri kita jelaskan ke customer, kalau mau melihat produk ini, itu ada di showroom ABCDE. Dan masing-masing experience center punya layout yang berbeda-beda. Jadi enggak bisa semua SKU disamain dan dimasukan ke showroom kita. Tapi pasti akan disesuaikan dengan market demand di situ juga. Jadi itu ada mix balance-nya.
Kalau kita melihat, sebenarnya persaingan ini bukan sebagai persaingan, tapi lebih ke arah bagaimana sama-sama mengedukasi pasar. Artinya kalau kita melihat bisnis atau sektor furnitur secara menyeluruh, furnitur itu kan enggak bisa kita datang ke satu toko terus cuman milih di situ, pasti butuh banyak pembanding atau referensi.
Selain itu, kita melihatnya juga bahwa kita online-driven bisnis, sehingga menurut kami, advantage-nya Fabelio itu adalah data yang dimiliki. Kita tahu konsumen itu di daerah mana, suka style-nya apa versus apa, warna apa, ukuran berapa. Jadi advantage-nya adalah kita lebih bisa tahu, customer ini akan lebih senang kalau dikasih opsi ABC, kalau customer di daerah ini akan lebih senang dikasih opsi EFG. Jadi mix combination itu membuat customer serasa di rumah.
Pada dasarnya, kita punya tim product design. Kalau mau ditanya, produk Fabelio sekarang ada berapa? Sekitar 3.000-4.000, tapi kalau gambarnya ada berapa? Kita punya puluhan ribu. Artinya kita merasa bahwa perlu memahami DNA dari karakteristik desain yang kita punya, sehingga kalau bekerja sama dengan product designer (seniman), mungkin kedepannya ada, tapi sampai saat ini kita masih menjalankannya based on data.
Enggak tentu, tapi biasanya per kuartal atau per semester selalu berusaha mengeluarkan yang baru.
Furnitur itu kategori yang susah untuk dibikin hype. Dalam artian, furnitur adalah barang yang dibeli untuk ditaruh di rumah untuk lebih dari lima tahun atau mungkin lebih dari 10 tahun. Apalagi kalau kita bicara di Indonesia pada umumnya, lebih ke arah, kalau rusak dibetulin, sampai benar-benar enggak bisa diperbaiki lagi baru diganti. Sehingga kalau bicara bagaimana membuat hype-nya? Dengan mendesain sesuai dengan perkembangan zaman dan dengan demand-nya customer, kita mencoba produk kita menjadi lebih outstanding di pasar, itu nomor satu.
Kedua, yang pasti melalui digital advertisement. Itu juga salah satu yang lumayan menjadi core dari strength-nya Fabelio. Dari media sosial, kemudian dari advertisement Google, dari e-mail, dan salah satu yang bisa di-utilize lagi sebenarnya experience center ini. Karena barulah di situ orang bisa merasakan, melihat secara fisik dan mencobanya.
Strategi marketing yang paling efektif memasarkan Fabelio adalah dengan tidak terlalu memaksa orang untuk membeli produk. Itu yang saya rasa jadi salah satu poin pentingnya. Karena ini adalah masalah selera. Jadi yang kita lakukan strateginya adalah bagaimana caranya kita mengenal pelanggan secara mendalam, customer sukanya apa, preferensinya apa, baru setelah itu kita push marketing-nya.
Research-nya, experience center yang tadi saya bilang. Kalau melihat di sini, Fabelio itu waktu awal berdiri showroom pertamanya ada di (jalan) Panglima Polim (Jakarta), yang merupakan sofa studio sebenarnya. Jadi isinya full sofa, karena kita melihat bahwa kebutuhan daerah Jakarta Selatan pada umumnya waktu itu adalah sofa.
Nah, kalau dibandingkan dengan (showroom) yang di Bekasi, itu ada lebih banyak display untuk tempat tidur. Karena di Bekasi, kita melihatnya, orang yang nanya mengenai tempat tidur jauh lebih banyak. Data digital-nya menyatakan bahwa jumlah click through rate-nya untuk kategori Bedroom di Bekasi itu jauh lebih tinggi daripada daerah lainnya.
Super sangat penting. Karena, intinya, sepertiga waktu orang itu sudah habis untuk main media sosial. Jadi social media ini memang sebagai secondary browser untuk kehidupan sehari-hari. Sehingga kalau berbicara mengenai konten, sangat penting. Karena mulainya dari situlah orang akan kenal dengan brand dan produk. Selama kita menyajikan kontennya secara tepat dan sesuai dengan target audiens, harusnya bisa sangat efektif dan efisien.
Kalau dalam dunia furnitur sebenarnya enggak ada yang spesifik. Tapi, kalau trennya di tahun 2019, kelihatannya, media sosial sekarang semakin lama semakin menancapkan kukunya. Semakin kuat dan banyak penggunanya. Semakin tinggi pula jumlah activity di dalam sana, sehingga 2019 ini semuanya memang mengarah ke konten, apapun bisnisnya. Karena sekarang, dari sisi audiens dan market, Indonesia sudah makin pintar. Sehingga mereka mencari informasi jauh lebih detail. Konten inilah yang bisa dibilang menjadi salah satu tren yang mengarah ke mana. Bisa dibilang, "content is king", i think now it’s become even bigger.
Tantangan dalam menjalani bisnis itu macam-macam. Secara umum, bisnis itu challenge-nya adalah bagaimana membuat semua konsumen happy, karena masing-masing punya ekspektasi yang berbeda. Kita berusaha memberikan servis semaksimal mungkin, dari sisi operasional, product quality.
Secara infrastruktur, secara logistik, Indonesia kan dalam tahap yang masih berkembang, sehingga itu juga menjadi challenge juga. Tapi sejauh ini, 2018 dibanding 2017 way much better. Dan di 2019, saya yakin bakal jauh lebih baik lagi.
Kalau mau melihat perubahan, ini bukan bicara politik ya, tapi maksudnya, infrastruktur jalan sekarang sudah semakin banyak yang ke luar kota. Kemudian akses keluar masuk dari kota ke kota makin banyak. Nanti ke depannya 2019, ekspektasi kita dengan adanya MRT, dengan adanya LRT bisa jauh lebih memperbaiki tingkat kemacetan sehingga rute truk bisa jauh lebih efisien. Tapi 2018 so far memang sudah jauh lebih efisien dibanding 2017 sih.
Baca Juga: Eatlah: Membangun Bisnis Fast Food dengan Modal Kecil