Sign Up to MarketingCraft Newsletter for Free!

Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.

Pemanfaatan Konten Video Pada Omni-Channel Marketing

By
Ricky D. Apriadi
 •
May 20, 2020

Kini, banyak perusahaan mencoba mengadaptasi pola pemasaran lintas channel. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, serta menambah value produk yang ditawarkan.

Salah satu cara yang populer adalah integrasi berbagai channel untuk mendapatkan kepuasan maksimal dari pengalaman berbelanja konsumen, atau sering disebut juga dengan omni-channel.

Baca Juga: Memahami Video Marketing

Menurut Muliadi, omni-channel adalah model optimalisasi lintas channel secara terpadu, untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, dan mempersingkat pengalaman belanja konsumen (customer journey).

Pada dasarnya, pelanggan bisa membeli produk lewat penggunaan medium dari berbagai channel (baik online maupun offline, maupun keduanya), dalam satu kali perjalanan belanja. Dari situ, pelanggan jadi tahu ketersediaan produk yang dicari, sebelum akhirnya membeli.

Misal, ketika tertarik dengan sebuah baju yang terlihat pada banner ads di suatu situs, kita lalu mencari tahu lebih jauh tentang baju tersebut di internet. Lalu, kita mulai mencari ulasan produk dan membandingkannya dengan produk sejenis. Akhirnya, kita memutuskan untuk membelinya di toko, tempat produk itu dijual.

Contoh di atas mencerminkan bagaimana pendekatan pada sasaran audiens melalui kegiatan omni-channel marketing, lewat integrasi berbagai kanal untuk membuat pengalaman pelanggan makin menarik, efektif, dan konsisten.

Memang, trennya kini kebanyakan pelanggan (terutama di kota besar) dominan aktif mengakses informasi dari mobile devices, dan barang-barang yang dibutuhkan pun tersedia di dalam aplikasi. Karena itu, salah satu channel untuk mendekati calon konsumen adalah melalui aplikasi di perangkat mobile, melalui touchpoint yang (biasanya) dikenal sebagai real time marketplace.

Pertanyaannya, bagaimana cara menerapkan konten video dalam skema omni-channel? Kuncinya adalah customer experience. Dan belakangan ini, istilah tersebut makin sering terdengar di tengah para pelaku industri untuk memperkuat keterikatan dan loyalitas pelanggan.

Bayangkan, jika produk dari brand memiliki testimoni dan preview dalam bentuk video, dan dilakukan secara berkala.

Pada artikel tentang konten visual sebelumnya, sempat diungkapkan bahwa 62% marketer menyatakan kalau konten video merupakan taktik content marketing yang efektif; dan dengan memasukkan kata “video” di dalam judul email akan meningkatkan CTR (click-through rate) sampai 65%. Sama halnya di dalam kegiatan omni-channel, konten video dapat memberikan keuntungan bagi para marketer

Penggunaan video kini jadi andalan terkait konten yang fokus pada customer experience. Optimalisasi konten video bisa dilakukan dengan menyebarkannya ke berbagai channel yang digunakan untuk mempromosikan produk.

Selain YouTube, kini juga sudah banyak platform media sosial yang makin fit untuk mengoptimalkan konten video berkualitas baik, termasuk Facebook, Twitter, Instagram, bahkan LinkedIn. 

Pada dasarnya, omni-channel adalah kegiatan yang bedasarkan pemahaman terhadap customer journey; pengalaman pelanggan untuk menemukan produk atau jasa, sampai akhirnya memutuskan untuk membeli. Meski kita dituntut untuk mengoptimalkan semua channel, kita juga harus tahu arah segmentasinya.

Misal, mengoptimalkan search engine untuk mencari konten video di Instagram TV (IGTV); terasa kurang tepat jika audiens yang disasar adalah orang tua. Karena Indonesian Digital Report 2019 dari Hootsuite menyatakan, bahwa dari total penetrasi pengguna media sosial yang aktif sebesar 56% (atau sekitar 150 juta pengguna) didominasi oleh rentang usia 18–34 tahun. Saat memanfaatkan konten pada salah satu media spesifik, kita harus paham segmentasi audiensnya.

Banyak teori yang berkembang tentang kepuasan, namun hanya terdapat dua definisi spesifik tentang kepuasan pelanggan; yaitu, ketika melakukan transaksi, dan kepuasan akumulatif (aspek produk, pengalaman konsumsi, keputusan pembelian, seorang penjual, dan toko).

Lovelock, dkk dalam bukunya Services Marketing (2015) menerangkan, bahwa terdapat beberapa faktor yang sering digunakan untuk mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk; yakni, persepsi kualitas produk itu sendiri (features atau karakteristik sekunder atau pelengkap), lalu estetika, atau daya tarik produk terhadap panca indera.

Kedua hal itu dapat pula direpresentasikan melalui konten video, dan bisa menjadi lebih menarik, karena review tersebut dirasakan juga oleh yang melihat.

Baca Juga: Video Marketing VS TVC, Mana Pemasaran yang Lebih Ampuh

Dengan menyajikan konten format video secara lintas channel, brand dapat menerangkan hal-hal penting dari produk terkait, sehingga produk tersebut seolah-olah dapat dirasakan oleh para pelanggan, walau mereka belum membelinya. 

Kotler dan Keller menyatakan dalam bukunya, Manajemen Pemasaran (2017), konten video bisa memberikan harapan bagi pelanggan. Customer satisfaction terjadi ketika suatu produk memiliki performa sekurang-kurangnya sama, atau melebihi harapan pelanggan; sehingga tercipta kepuasan.

Kunjungi Marketplace GetCraft!

You must be a premium member to view the full content

Sorry, but the rest of this article is for our Premium Members only. To gain access to this content and many more benefits, subscribe below!

Asupan Marketing Mingguan

Gratis

Artikel-artikel marketing terpercaya

-
-
-
Dapatkan gratis

Langganan Premium

US$ 10 / bulan

8+ tiket webinar marketing gratis setiap bulan
Semua siaran ulang tutorial, diskusi & wawancara
Panduan & riset terdepan di industri
Penawaran eksklusif dari brand & Event VIP
Artikel-artikel marketing terpercaya

Related articles