Sign Up to MarketingCraft Newsletter for Free!

Thank you! Your submission has been received!
Oops! Something went wrong while submitting the form.

KASKUS: "Sadari Bahwa Komunitas itu Bukan Penonton Alay"

By
Dimas Gityandraputra
 •
May 26, 2020

Tak jarang sebagian besar marketers lebih memikirkan bagaimana mereka bisa mengelola strategi digital marketing sebaik mungkin untuk bisa mencapai obyektif. Dan hal ini pula yang menjadi alasan mengapa influencer marketing dan content marketing menjadi dua strategi yang terlihat paling menonjol di antara para brand.

Tidak salah memang kalau marketers mempertimbangkan beragam taktik digital marketing karena memang penghuni media digital saat ini begitu membludak, terdiri dari beragam kalangan sampai lebih mudah untuk menjangkaunya membuat para marketers merasa kalau strategi ini efektif untuk bisa mencapai tujuan pemasaran mereka.

Baca Juga: Memahami Apa itu Content Marketing

Walau begitu, sebenarnya ada pula kalangan yang masih tidak terjangkau oleh para brand, padahal mereka ini juga memiliki kekuatan agar bisa mencapai para pembeli dan prospek, yaitu komunitas.

Komunitas memang mempunyai kekuatan tersendiri ketika berhubungan dengan dunia marketing, semisal membentuk loyalitas konsumen dan juga membuat biaya marketing bisa menjadi lebih efisien. Dan untuk bisa berkolaborasi secara efektif dengan para komunitas, Academy sempat berbincang dengan Leonardus Putranto, Event & Community Manager Kaskus, mengenai cara agar brand dan komunitas dapat berjalan beriringan untuk mencapai objektif mereka.

Cara agar brand dan komunitas dapat berkolaborasi secara efektif

Hal pertama yang penting untuk diperhatikan ketika brand ingin bekerja sama dengan komunitas adalah dengan mencari chemistry antara brand terkait dengan komunitas tertentu. “Misalnya brand sepatu, berarti kita ngambilnya komunitas running. Enggak mungkin dari komunitas motor. Berarti dari brand sendiri, harus tahu juga siapa sih penggunanya, itu baru dia bisa masuk (ke komunitas),” ujar Leo.

Setelah menemukan kecocokan tersebut, agar kolaborasi bisa berjalan lancar, brand perlu untuk mengemukakan secara transparan kepada para komunitas terkait mengenai objektif apa yang tengah disasar oleh mereka. Karena memang banyak objektif yang sebenarnya bisa efektif tercapai ketika brand memutuskan untuk bekerja sama dengan para komunitas ini.

“Kalau brand baru (objektif) awareness sudah pasti. Kalau brand-nya sudah settle, biasanya (objektifnya) untuk launching atau lebih ke sampling. Tapi kalau sekarang, brand-brand itu lebih ingin si komunitas ini jadi advokasinya dia,” begitu ungkap Leo mengenai objektif yang bisa dipertimbangkan ketika bekerja sama dengan komunitas. Biasanya objektifnya lebih mengarah ke awareness, brand building, sedangkan yang objektifnya adalah akuisisi atau penjualan tidak terlalu banyak.

Event & Community Manager dari Kaskus ini pun turut mengungkapkan alasan dari brand mengapa mereka lebih mempertimbangkan objektif awareness atau brand building. “Karena pada saat mereka (brand) ngirim ke pasar, mereka enggak tahu siapa yang suka, siapa yang enggak. Tapi kalau ke komunitas, lebih sharp aja,” ungkap Leo. Dan kolaborasi bersama komunitas itu pada akhirnya membuat brand mendapatkan feedback langsung apa yang mereka dapatkan mengenai produk yang ingin dipasarkan, “Jadi brand bisa langsung dapat insights dari user,” tambahnya.

Selain beberapa hal di atas, Leo juga menambahkan bahwa yang perlu diperhatikan oleh brand juga bahwa mereka tidak boleh hardselling dan agar proses ideation tidak satu arah. “Karena komunitas tuh saat ini bukan penonton alay, yang oke disuruh standby di depan panggung, jam 6 sampai jam 8 pagi. Mereka punya pemikiran sendiri dan beberapa komunitas itu sifatnya sudah profesional. Profesional dalan arti, dia sudah piih-pilih, yang ini gue mau, yang ini enggak,” Kata Leo lagi.

Salah satu komunitas Kaskus

Aktivitas yang bisa dilakukan brand dengan berkolaborasi bersama komunitas

Kunci agar aktivitas antara brand dengan komunitas bisa berhasil adalah dengan memberikan nilai tambah kepada para komunitas yang mengikuti event yang diselenggarakan. “Sebenarnya komunitas tuh sama, mereka kan butuh empowerment, butuh sesuatu yang begitu dia datang ke sebuah event, mereka pulang membawa sesuatu, dalam arti bukan bawa barang ya, bukan bawa merchandise, tapi bawa ilmu,” kata Leo.

Misalnya saja, ketika brand telepon seluler ingin tap in pada komunitas pencinta drone. Maka brand bisa membuat talkshow mengenai cara membuat video dengan angle terbaik supaya hasilnya bisa memuaskan kalau menggunakan drone. “Itu kan jadi masukan buat komunitas, karena sesuai dengan minat mereka. Brand masuknya (bisa) tipis, dalam arti, 'kalau lo nerbangin drone pakai handphone A, akan bisa lebih enak, karena kapasitasnya gini, RAM nya gini, segala macam'. Jadi, brand itu sebagai pelengkap dari passion komunitas itu sendiri,” imbuhnya.

Baca Juga: Tips Membangun dan Memasarkan Konten Ala Bahari Ck, Creative Director GOJEK

Memang banyak cara yang bisa dilakukan brand agar kerja sama mereka dengan komunitas bisa berjalan efektif dan mencapai objektif yang telah ditentukan. “Brand itu harus sensitif, tidak boleh hardsell, karena kalau hardsell, komunitasnya juga sudah ilfeel. Terus paling enggak, brand itu bisa memberikan nilai atau value yang lebih ke komunitas. Karena toh sebenarnya, kalau usernya itu komunitas, mungkin brand bisa lebih menangkap apa sih yang diinginkan oleh komunitas,” Leo mengakhiri obrolan sore itu.

Kunjungi Marketplace GetCraft

You must be a premium member to view the full content

Sorry, but the rest of this article is for our Premium Members only. To gain access to this content and many more benefits, subscribe below!

Asupan Marketing Mingguan

Gratis

Artikel-artikel marketing terpercaya

-
-
-
Dapatkan gratis

Langganan Premium

US$ 10 / bulan

8+ tiket webinar marketing gratis setiap bulan
Semua siaran ulang tutorial, diskusi & wawancara
Panduan & riset terdepan di industri
Penawaran eksklusif dari brand & Event VIP
Artikel-artikel marketing terpercaya

Related articles