Tips Menciptakan Efek Dramatis dalam Fotografi ala Raja Siregar

Posted by Dimas Gityandara on Sep 17, 2018 3:36:22 PM

Berapa banyak dari kita yang menyadari salah satu alasan kita menyukai sebuah foto adalah bangkitnya emosi yang timbul karena teringat momen tertentu atau bisa dibilang juga membangkitkan memori. Entah itu rasa tenang, nyaman, sedih, gembira atau nostalgia, perasaan yang hadir tersebut kadangkala membuat sebuah foto yang sebenarnya diam, terasa menjadi hidup dan bercerita. Pernah terpikir mengapa?

Salah satunya karena foto tadi memiliki dramatisasi yang begitu kuat sehingga bisa menggugah emosi seseorang yang melihatnya. Dan untuk bisa membangun sebuah dramatisasi di dalam sebuah karya fotografi ini, tiap fotografer memiliki cara dan teknik masing-masing, dan salah satu yang mungkin sudah tidak asing lagi oleh kita adalah dengan cara membuat sebuah foto hitam putih.

Kekuatan foto monokrom memang terdapat pada nilai dramatis yang dikandungnya, dan ini juga yang menjadi alasan kenapa foto hitam putih bisa terus bertahan sampai saat ini dan akan terus dipuja sebagai salah satu karya yang menonjolkan nilai tersebut.

Tidak hanya dengan membuat foto hitam putih, masih ada cara dan teknik lain yang dapat digunakan oleh seorang fotografer ketika ingin membuat sebuah foto yang punya kesan dramatis ini. Dan berikut beberapa tips dari Raja Siregar bagaimana dirinya bisa mengeluarkan unsur dramatis dari hasil karyanya.

Baca Juga : Raja Siregar : Pentingnya Membangun Cerita di balik Foto Fashion

 

 

Memaksimalkan lighting

Lighting memang menjadi satu unsur penting di dalam dunia fotografi. Tanpa pencahayaan yang tepat, kadang memang bisa membuat sebuah foto terkesan tampak "datar" dan tidak mengeluarkan berbagai unsur menarik (seperti emosi, kontras dan lain-lain) yang sebenarnya bisa menarik minat para penikmat fotografi.

Begitu juga bagi Raja Siregar, dalam membangun unsur dramatis dalam sebuah foto, lighting memang mempunyai peranan yang cukup signifikan. Baginya melalui setting lighting yang baik dan tepat, akan membuat hasil foto memiliki kontras yang bagus, sehingga dramatisasi dalam karya itu pun bisa dapat lebih terlihat.

Bukan hanya dari segi lighting saja, ada juga beberapa aspek lain yang dinilai penting ketika ingin membuat sebuah dramatisasi di dalam karya fotografi. “Dramatisasi itu terjadi ketika lighting-nya mendukung, momennya tepat, dan ekspresinya (dari si model) itu pas,” ujar Raja menambahkan.

 

 

Ekspresi model akan bagus kalau manajemen waktu kita dalam bekerja juga baik

Seperti yang diungkapkan Raja di atas, kunci untuk bisa membangun unsur dramatis pada sebuah foto itu terletak dari ekspresi model yang akan kita potret. Dan agar seorang model bisa mengeluarkan ekspresi terbaiknya adalah ketika mereka sedang dalam mood yang bagus ketika bekerja. Untuk itu, salah satu cara untuk mempertahankan kondisi itu adalah dengan membuat proses kerja yang optimal.

“Sebisa mungkin kalau gue mau set up atau apa, gue pikirin sebelum hari H, jadi kayak prosesnya lebih enggak buang waktu aja. Dan kalau bisa semuanya (proses foto) selesai sebelum matahari terbenam. Karena (itu bisa) jagain mood semua orang,” ungkap Raja Siregar.

Memang ketika sedang bekerja dan dalam keadaan mood yang baik, hal ini juga akan berbanding lurus dengan hasil yang memuaskan. Karena kalau sudah larut malam, mungkin kondisi badan yang lelah, pikiran yang tidak fokus, pada akhirnya karya yang dihasilkan menjadi tidak sesuai dengan harapan. “Karena kalau model udah capek tuh, ekspresinya enggak mungkin maksimal aja. Sayang kan?” tambah Raja lagi.

Baca Juga: 5 Aplikasi Edit Foto Terbaik Versi Commaditya

 

 

Angle terbaik? Foto sebelum model sempat berpikir

“Ketika lo salah angle, foto itu jadi enggak ada movement-nya. Challenge bikin foto itu, lo harus bikin still picture tapi ketika lo lihat kayak gerak gitu. Orangnya actually di tengah pergerakan,” ujar Raja. Dan baginya, pergerakan tersebut adalah satu faktor penting untuk menciptakan sebuah dramatisasi di dalam karya fotografi.

Dan satu tip dari Raja Siregar, agar pergerakan dari model tadi dapat lebih terasa di dalam hasil karyanya yaitu, “Gue lebih suka meng-capture orang itu di tengah posenya. Jadi sebelum dia berhenti untuk pose,” dirinya menambahkan.

Mengapa teknik ini bisa menciptakan dramatisasi? Karena ketika seorang model sudah berhenti untuk pose, mata mereka akan terlihat sedang berpikir. Mungkin saja para model itu berpikir kapan mereka akan mulai difoto, atau apakah gaya mereka sudah baik atau belum. Dan hal itu akan membuat hasil foto menjadi kurang maksimal.

“Di situ tantangannya, menentukan timing kapan model itu belum mikir tapi lo udah foto. Jadi foto itu akan kelihatan natural, candid, dan ada ceritanya. Dan kalau model sudah terlihat berpikir, itu bakal menghilangkan dramatisasi dari fotonya, karena yang lo lihat jadi keraguan instead of percaya diri. Karena kalau lo mau bikin sesuatu yang dramatis harus ada confidence difotonya,” begitu ungkap Raja Siregar pada akhir perbincangan.

Topics: Educating, Photography

Related articles