Rahung Nasution: Berbagi Pengalaman Rasa Lewat Visual dan Tulisan

Posted by Kalya Risangdaru on Sep 7, 2018 3:59:19 PM

“Coba kini perhatikan piring makanan kamu, ada berapa banyak tradisi budaya yang berpadu di atasnya?” tulis Rahung dalam kalimat terakhir di sebuah artikel yang baru-baru ini ia tulis untuk Great Mind Indonesia yang berjudul Sepiring Keragaman.

Selalu ada yang dapat dipelajari tiap kali seorang Rahung Nasution menyampaikan pandangannya lewat wawancara atau artikel yang saya temukan. Maka itu, saya langsung bersemangat ketika tahu saya akan mewawancarai Rahung, walau hanya lewat email.Pandangannya soal makanan dan kuliner Indonesia berhasil membuat siapapun yang membaca dan mendengar sudut pandangnya berpikir dua kali tentang budaya Indonesia yang selama ini kita pegang teguh.

Sebuah wawancara Rahung dengan Vice Indonesia juga berhasil mengetuk kesadaran saya soal keberagaman budaya Indonesia yang tidak pernah saya sadari terletak di ragam kulinernya. “Justru setelah saya pergi ke tempat-tempat lain (travelling), lama-lama saya berpikir, cara yang paling demokratis untuk mengerti negeri ini adalah (lewat) makanan,” tegasnya dalam video berdurasi lima menit itu.

Passion Rahung soal makanan Indonesialah yang membawanya melangkah sejauh ini. Tulisannya dalam akun Instagram-nya dipenuhi diksi dan penjelasan sederhana yang membuat saya menelan ludah, kelaparan tiba-tiba padahal jam makan siang baru saja lewat 30 menit lalu. Dengan banyak pertanyaan, akhirnya saya berhasil mendapatkan jawaban-jawaban menarik dari seorang Rahung Nasution.

Baca Juga: Adriano Qalbi: Potensi Podcast di Masa Depan

 

Apa kenangan pertama Rahung saat pertama kali jatuh cinta dengan kuliner Indonesia?

Seperti kebanyakan orang, saya jatuh cinta dengan kuliner Indonesia itu “tanpa saya sadari“. Maksudnya begini. Saya besar di keluarga Batak. Semasa saya kecil, saya hanya mengkonsumsi masakan yang dimasak ibu, opung atau kerabat saya yang lainnya di kampung. Jadi sebagai orang Batak, seperti teman-teman saya yang dari Jawa, Manado, Bugis, Dayak, dan sebagainya, saya setiap hari terbiasa dengan masakan Batak. Dan sampai sekarang pun, saya tidak keberatan setiap hari mengonsumsi makanan Batak. Jadi sadar atau tidak, kita yang lahir dan besar dalam kultur tertentu, sebenarnya “jatuh cinta dengan makanan daerah“ kita masing-masing. Tidak ada hal yang istimewa dari hal ini.

Siapa yang menginspirasi Rahung untuk pertama kali berbagi “rasa” lewat Instagram? Boleh diceritakan awal mulanya?

Instagram, atau platform media sosial lainnya bagi saya hanya “fasilitas“, perangkat. Sebenarnya kebiasaan berbagi makanan itu yang menjadi ketertarikan saya. Setelah meninggalkan kampung halaman, saya selalu rindu masakan ibu saya. Karena saat masih kecil, saya juga diajari memasak oleh ibu, kebiasaan itu terus berlanjut ketika saya merantau.

Jadi intinya adalah berbagi makanan yang saya masak dengan teman-teman saya. Lalu karena kita hidup dalam dunia yang semakin global, kebiasaan berbagi ini sampai pada level lain, misalnya kebiasaan orang sebelum makan untuk mempostingnya atau ketika seseorang travelling, juga membagikan momen yang dialaminya lewat yang saya sebut perangkat tadi, misalnya Instagram.

Apa alasan di balik penulisan sederhana yang Rahung tulis dalam konten Instagram?

Bagi saya, soal makanan, rasa dan selera itu hal yang sangat personal. Sesuatu yang menarik buat lidah kita, belum tentu memikat bagi lidah yang lainnya karena pengalaman lidah masing-masing juga sangat berbeda. Jadi jika ingin menggambarkan pengalaman rasa kita dengan yang lain, ya kita coba sesederhana mungkin, dan mesti menarik. Karena yang namanya makanan itu, ya mesti kita jelaskan dengan pengalaman panca-indera kita.

 

[edgtf_blockquote show_mark="yes" color="#111111" text="Jika ingin menggambarkan pengalaman rasa kita dengan yang lain, ya kita coba sesederhana mungkin, dan mesti menarik. Karena yang namanya makanan itu, ya mesti kita jelaskan dengan pengalaman panca-indera kita."]

Adakah makanan-makanan khusus yang ingin diangkat oleh Rahung?

Makanan kampung saya (dalam hal ini makanan Batak). Karena, seperti makanan daerah lainnya, sangat beragam dan sangat sedikit yang saya ketahui tentang makanan daerah lain. Misalnya Aceh, selain ayam tangkap dan mie aceh, apa yang kita ketahui tentang makanan Aceh? Belum lagi Maluku, Sulawesi, dan sebagainya. Konon Indonesia itu memiliki 500 lebih suku bangsa, itu artinya kita memiliki 500 lebih tradisi kuliner. Katakanlah satu suku bangsa memiliki 5 jenis makanan daerah yang berbeda, ada berapa jenis yang kita ketahui dan pernah menikmatinya?

Apa yang Rahung lihat dan rasakan tentang fenomena food blogger yang semakin marak?

Ya sangat bagus, apalagi saat ini mulai banyak yang mengeksplorasi keragaman makanan daerah.

Baca Juga: Menata Kreativitas ala Food Influencers

Apa yang biasanya kamu lakukan dalam proses pembuatan konten sederhana yang selama ini dilakukan?

Karena saya tertarik dengan aktivitas jalan-jalan dan masak-memasak, ya jadi yang saya lakukan biasanya adalah memasak, berbagi masakan tersebut dan mem-posting-nya di IG, bagi saya, itu hanya bonus. Kalau saya sedang jalan-jalan, yang saya lakukan ya mengulik informasi dan cerita-cerita yang menarik dari tempat yang saya kunjungi tersebut, dan tentu suatu keharusan (bagi saya) untuk mencari tahu dan mencicipi makanan daerah tersebut.

Adakah keuntungan yang Rahung rasakan dari pembuatan konten lewat media sosial?

Keuntungannya, semakin banyak orang yang ingin tahu dan tertarik tentang makanan daerah yang sedang kita angkat tersebut. Saya pikir itulah gunanya berbagi informasi dan pengetahuan. Bermanfaat dan bukan sekadar untuk membuat lidah orang tergiur atau yang lihat merasa cemburu dengan kita karena kita sedang berada di tempat yang sangat “keren“, misalnya di Raja Ampat. Namun bagi saya yang penting, informasi apa yang mereka dapatkan dari posting-an kita.

Kritik apa yang ingin kamu sampaikan untuk industri makanan saat ini?

Wah, saya enggak punya kritik. Saya punya saran sih. Saya yakin sebagian besar masyarakat Indonesia itu nggak bisa hidup tanpa makanan daerahnya masing-masing, jadi ya mari kita angkat bersama-sama dan mari kita jadikan masakan daerah atau masakan kampung itu juga keren. Tidak harus minder dengan masakan negara lain atau misalnya masakan western yang dianggap berkelas dan modern. Lah, itu yang namanya kuliner Prancis, Italia, Spanyol dan lain sebagainya juga merupakan makanan daerah dan tradisi kok. Ya maksudnya tradisi orang Napoli, Sisilia, Catalan, Provance dll.

Ke depannya, sebagai traditional food enthusiast, apa yang ingin Rahung capai?

Yang ingin saya capai sederhana saja, sih. Semoga semakin banyak anak-anak muda Indonesia yang menganggap bahwa makanan daerah itu sumber ekonomi dan sumber ilmu pengetahuan.

Apakah Rahung punya tips menulis konten yang sederhana, namun “sampai” dan mudah dimengerti?

Belajar sebanyak-banyaknya dan makan sebanyak-banyaknya. Maksudnya bukan rakus lho, tapi nikmatilah keragaman kuliner Nusantara sambil belajar ragam budaya negeri ini.

Topics: Empowering, Figures

Related articles