Resatio Adi Putra dan Rahasia Seni Kolase

Posted by Kalya Risangdaru on Feb 7, 2018 11:00:45 AM

“Everything we see hides another thing, we always want to see what is hidden by what we see, but it is impossible. Humans hide their secrets too well…” sebuah quote dari Rene Magritte yang menurut seorang Resatio cukup menggambarkan karya-karya kolasenya.

Resatio Adi Putra, atau yang akrab dipanggil Tio, adalah seorang seniman visual yang konsisten berkesenian melalui karya-karya kolase sejak tahun 2010. Tapi ternyata, Tio tidak langsung mengawali karier sebagai seniman kolase. Seperti seniman pada umumnya, Tio banyak melewati proses kreatif. Mark Weaver adalah turned-point figure untuk seorang Resatio.

Setelah merasa bosan dengan bidang desain yang ditekuni sebelumnya, ia memutuskan untuk mencoba jenis karya yang nantinya akan melambungkan namanya sebagai seniman kontemporer di era millennial ini: seni kolase.

Hak cipta dalam seni kolase

Seni kolase adalah seni dengan teknis penggabungan dari gambar-gambar yang kemudian disusun menjadi bentuk visual baru bagi penikmatnya.

Menurut Tio, ada beberapa cara untuk mengetahui hak cipta dari gambar-gambar yang biasa ia pakai dalam karyanya. Yang pertama, public domain, yaitu gambar yang sudah hilang hak ciptanya karena waktu. Cara kedua yang bisa dilakukan adalah de minimis, yaitu penggunaan sebagian kecil dari suatu material yang digabungkan dengan material lain, sehingga menjadi bentuk yang konteksnya sudah berubah dari mulanya.

Yang terakhir adalah teknik menghancurkan suatu material yang nantinya akan menjadi bentuk yang asalnya tidak bisa dikenali kembali. Selain itu, found objects juga kerap digunakan oleh seniman kolase untuk menambah referensi dan menambahkan suatu bentuk yang akan digunakan dalam hasil akhir kolase.

Menariknya, sebagai seniman kontemporer di era digital ini, Tio juga banyak memasarkan karyanya lewat art market seperti event yang sering diadakan oleh Catalyst Art. Menurut Tio, ia lebih suka bertemu dan berinteraksi langsung dengan penikmat karyanya.

Selain secara offline, ia juga konsisten mem-posting dan menjual karya-karyanya secara online—melalui Instagram dan beberapa web. Dengan menjadi seniman yang seimbang dalam pemasaran karya dan selalu memperhatikan interaksi dengan penikmat karyanya, Resatio perlu diacungi jempol.Selain perihal cara marketing, proses kreatif seorang seniman juga bermacam-macam. In my honest opinion, sebagai seorang seniman kolase, Tio memiliki proses yang sangat unik dan personal.

Untuk karya komersialnya, biasanya ia akan mempelajari ide klien dengan cara mengobrol dan bertukar pikiran secara dalam. The final result is: sebuah solusi dengan karya visual yang pas untuk klien tersebut. Karya komersialnya sudah banyak digunakan oleh brand lokal dan internasional!

Di sisi lain, untuk karya pribadinya, Tio lebih banyak berkarya dari tema dan wacana yang ia sukai saat itu. Bisa dibilang karya Tio adalah karya kolase yang kontemplatif. Mengapa? Karena secara visual, karya-karyanya selalu terkesan rumit dan rasanya selalu sanggup menggugah persepsi masing-masing orang yang melihatnya.[edgtf_blockquote show_mark="yes" text="Seniman itu jangan kebanyakan nyontek. Konsistenlah berkarya sampai menemukan ciri khas personal." color="#45ada8"]Saya pernah bertemu dan melihat langsung karya-karya Tio di sebuah art market di pertengahan tahun 2017 silam.

Karya yang langsung menarik mata saya adalah sebuah t-shirt dengan visual yang familier namun berbeda. Tio dengan elegannya berhasil mendekonstruksi karya terkenal Magritte yang sangat terkenal—figur pria berpakaian jas dengan topi fedora hitam. Sebagai penggemar Magritte, saya langsung jatuh cinta.

Di akhir wawancara saya dengan Tio, saya bertanya layaknya peserta workshop yang kerap diadakan oleh Tio. Pertanyaan saya adalah: apa sih yang ingin Tio sampaikan ke seniman-seniman yang ingin mencoba berkarya kolase?Jawabannya, di luar dugaan, adalah sebuah rahasia dalam berkarya: “Saran saya, jangan kebanyakan nyontek. Untuk belajar nggak apa-apa, tapi nggak usah di publish. Terus konsisten berkarya sampai menemukan ciri khas masing-masing. Jangan sampai karya kamu disama-samakan dengan karya orang lain. Itu bukan prestasi," ujarnya.Foto utama oleh: Arum Tresnaningtyas

Topics: Inspiring, Visual Designers

Related articles