Adriano Qalbi: Potensi Podcast di Masa Depan
Saya pertama kali mendengarkan podcast saat di perjalanan ke Kuningan bersama teman saya. Saat itu, teman saya insist untuk mendengarkan sebuah siaran yang berjudul podcast Awal Minggu; berjudul demikian karena diunggah si podcaster setiap Senin pagi. Saat itu saya berpikir, siapa saja sih yang mendengarkan podcast seperti ini, dan apa potensinya sebagai sebuah kanal? Karena ternyata saya terlena juga saat mendengarkan racauan si podcaster yang terbukti sangat menyenangkan untuk didengar dan jokes-nya yang tersampaikan dengan baik via audio.
Ternyata, yang saya dengarkan saat itu adalah suara Adriano Qalbi, podcaster asyik ini in that particular podcast sedang menjelaskan tentang ide dan definisi pernikahan untuknya. Mungkin Adriano Qalbi malah belum sadar bahwa ia memiliki potensi influencing yang besar. Namun, secara personal, saya merasa teman saya sangat sependapat dengannya karena sembari mendengarkan, ia terus mengangguk-angguk saat Adriano Qalbi bercerita dalam siaran podcast-nya. Dan semakin jelas, karena ternyata Podcast Awal Minggu memiliki hampir 8.000 followers di SoundCloud.Media podcast sendiri mulai tenar sekitar awal tahun 2000. Nama podcast sendiri diambil dari gabungan kata “iPod” dan “broadcast”. Nama ini diluncurkan oleh para jurnalis dari The Guardians dan BBC saat menulis artikel tentang hal ini.
Saya berhasil menemui Adri, nama panggilan Adriano Qalbi dan meminta sedikit waktunya untuk wawancara. Menemuinya di tengah kesibukan pekerjaannya, Adri terlihat sangat santai--saya yang segan jadinya karena takut mengganggu. Mungkin memang sejatinya seorang komedian (begitu tulis Adri di media sosialnya) harus luwes dan santai. Setelahnya, saat ngobrol ternyata memang ia orang yang sangat menyenangkan dan humoris. Wawancara pun berjalan dan ia bicara antusias tentang pertanyaan-pertanyaan saya seputar dunia per-podcast-an.
Berkarya Lewat Podcast
Adri mengaku memulai semuanya lewat Stand-up Comedy. “Jadi keren itu satu hal yang susah diraih ya, kayaknya. Tapi kalo jadi lucu itu hal yang reachable banget buat gue,” jelasnya sambil tertawa. Ya, memang ternyata Adri mendapatkan banyak kesempatan lewat kariernya sebagai komika. Setelah ia mulai mendapat perhatian karena talentanya, ia mendapatkan tawaran-tawaran menarik dari TV dan radio.Setelah beberapa tahun ia melakoni hal itu, ia mulai sadar bahwa wadah untuk mempromosikan dirinya sebagai komika mulai habis dimakan waktu dan kontrak yang mulai menipis.
Dari situlah ia mulai berpikir untuk “pindahan” ke kanal media lain. Layaknya manusia biasa, ia merasa malas jika harus membuat vlog (Video Blog) dengan standar yang sudah ditentukan. Contohnya, seperti kesabaran untuk mengedit dan berinvestasi dengan peralatan yang terlalu mahal membuatnya enggan untuk menjadi seorang yucuber (read: YouTuber).
Baca juga: 5 Tips Menulis Naskah Komedi ala Soleh Solihun
Di saat itu, Adri sudah banyak mendengarkan podcaster luar negeri. Barulah kemudian ia mencoba membuat satu kanal di SoundCloud. Menurutnya, membuat podcast adalah hal yang dapat ia lakukan. Ia juga menambahkan bahwa “Buat gue, podcast juga bisa jadi ajang latihan insting. Dulunya tiap melakukan Stand-Up, gue selalu nulis dan gue hafalin setelahnya. podcast ini jadi sebuah jawaban buat gue untuk sekalian berlatih.”
Tiga tahun lalu adalah awal pertama Adri memulai podcast-nya. Proses yang dilewati pun rasanya terdengar menyenangkan untuk Adri dalam mengembangkan dirinya sebagai komedian. “Gue membiasakan diri agar terus reguler upload di hari Senin. Awalnya, gue masih menulis semua yang ingin gue sampaikan. Tapi kok lama-lama rasanya enggak cair. Baru kemudian gue bikin pointers dari premis yang ingin gue bicarakan. Lama-lama ternyata jadi biasa juga untuk ngikutin insting dan mengalir aja.” jelas Adri yang mengaku banyak mendapatkan inspirasi dari film, musik dan lirik lagu.
Saya juga merasa perlu menghargai konsistensi Adri dalam berkarya lewat podcast. Karena setelah tiga tahun melakukannya, saya berpikir pasti Adri pernah tersandung titik jenuh di suatu waktu juga. Out of curiosity, saya juga menanyakan resep seorang Adriano Qalbi untuk terus konsisten memproduksi konten audio-nya ini.
“Gue membiasakan diri untuk setiap kali bosen dan enggak punya inspirasi untuk terus memaksakan diri siaran--walaupun jelek. Kecuali gue sakit atau capek banget. Gue ngelakuin ini karena suka banget dengan Stand-Up. Biasanya gue rekam sembari menyetir, jadi lumayanlah, istri gue nggak terlalu sering dengar komplainan gue karena pelampiasannya ya di siaran podcast yang durasinya kurang lebih satu jam ini, hahaha…” tutur Adri sambil bercanda.
“Setiap kali mau siaran, gue ngebiasain untuk menulis joke yang gue anggap lucu dulu dan bisa membuat diri gue sendiri tertawa. Setelah itu, menurut gue penyampaiannya akan menjadi lebih mudah,” jelasnya saat bicara tentang prosesnya dalam membuat podcast. “Saat gue di radio, gue agak jengah dengan jokes yang ditulis orang, misalnya: ya gak apa-apa lama-lama macet daripada lama-lama digantungin di suatu hubungan.. terus transisi ke lagu. Siapa coba yang masih ketawa karena joke kayak gini?! Makanya, gue enggak mau dan cari cara untuk ngasih joke yang menurut gue itu lucu.” kata Adri sambil ngelawak. Dan usut punya usut, masalah teknis podcast sendiri tidak pernah jadi masalah besar untuk Adri.
Adri menegaskan perihal teknis bahwa ia menyukai format podcast yang “raw”. Artinya, tanpa editing yang banyak atau naskah yang terlalu rapi. Untuknya, membuatnya sementah mungkin bisa membuat pendengarnya merasa mendengar ia berbicara secara langsung. Untuk teknisnya sendiri, Adri hanya menggunakan handphone untuk merekam siarannya.
[edgtf_blockquote show_mark="yes" color="#111111" text="Buat gue, podcast juga bisa jadi ajang latihan insting. Dulunya tiap melakukan Stand-Up, gue selalu nulis dan gue hafalin setelahnya. podcast ini jadi sebuah jawaban buat gue untuk sekalian berlatih."]
Potensi podcast sebagai media
Seperti kita ketahui bahwa potensi podcast di Indonesia belum sebesar negara lain. Jumlah pendengar bentuk media ini belum sebesar platform lainnya. Padahal, mengutip Adri, bahwa keuntungan dalam memproduksi podcast cukup banyak. Karena bentuk audio itu tanpa standar dan batasan durasi, ia merasa bahwa podcast dapat menjadi sebuah media untuk memperkenalkan kepribadian serta karya. Pembahasan yang dapat kita rangkum dalam siaran cukup fleksibel. Peralatan yang murah dan bisa dijangkau juga menjadikan podcast sebagai bentuk karya yang mudah digunakan. Namun, berseberangan dengan keuntungan, pasti terselip tantangan yang tidak kalah besar. Secara industri, Adri mengatakan bahwa Podcast saat ini belum menjadi tools yang dipercaya untuk endorsement apa pun. Perjalanannya terasa masih jauh, tapi podcaster ini tidak menyerah karena potensi di baliknya masih superbesar.
Baca juga: Jason Ranti: Bicara Soal Pak Haji dan Komunis, Lewat Lagu
Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa, “Potensi podcast ini besar banget. Karena, pertama, orang sudah mulai kehilangan esensi mendengarkan radio karena penyiarnya. Gue juga percaya banget dengan banyaknya layanan musik streaming saat ini, bahwa radio sudah bukan jadi satu-satunya pintu untuk mendengarkan lagu-lagu baru. Padahal, yang mengendalikan audiens adalah personality host-nya menurut gue. Kedua, semua tentang efisiensi waktu untuk hiburan. Enggak mungkin kan nonton video pas lagi kerja? Jadi, apapun yang bisa kita merge dengan aktivitas lain gue rasa berpotensi besar. Sisanya, pada saat media konvensional mulai slowing down, gue yakin media audio seperti ini akan terpengaruh. Bisa jadi kita dapat banyak endorsement berbentuk adlips.”
Adriano Qalbi, podcaster yang masih memiliki banyak bentuk konten podcast yang menarik di masa depan ini berharap bahwa ia bisa melakukan Live Podcast nantinya. Ia akan mencoba melakukan rekaman audio di depan penonton secara langsung dan mengunggahnya ke SoundCloud. Bentuk Live Streaming audio, juga akan ia lakukan untuk terus menunjang potensi besar yang ia jelaskan tersebut.
Memang, wawancara saya kali ini penuh dengan tawa. Untuk itu, saya rasa, belajar dari kasus Adriano Qalbi ini bisa menjadikan pepatah modern (read: zaman now) yang mengatakan bahwa “pasangan keren kalah sama pasangan humoris” jadi sahih bagi pendengarnya. Namun, walaupun selalu terdengar lucu dalam rekaman podcast-nya, Adri tetap menegaskan bahwa “The only thing yang boleh dikonsumsi publik adalah jokes gue. Selebihnya, I like to keep things private.”
Topics: Empowering, Insights